Ketentuan hukum internasional telah melarang
penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara. Melainkan semua negara harus
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai supaya perdamaian, keamanan dan
keadilan internasional tidak terganggu. Keharusan ini seperti tercantum pada
pasal 2 ayat (3) Piagam Perserikatan bangsa-Bangsa. Penyelesaian sengketa
secara damai dapat dilaksanakan dengan; penyelesaian melalui pengadilan dan di
luar pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional
melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada
arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan
dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum.
Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu
sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang
bersengketa. Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya
persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Hal-hal yang
penting dalam arbitrase adalah:
- Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
- Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi
bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi
campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota
tambahan yang dipilih dengan cara lain. Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh
suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus
para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Masyarakat
internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional,
antara lain:
- Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional yang didirikan di Paris tahun 1919.
- Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional yang berkedudukan di Washington DC.
- Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia.
- Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika berkedudukan di Kairo, Mesir.
Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad ke 20, Liga Bangsa-Bangsa
mendorong masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang
bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata
kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang
bersengketa. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional. Menurut Pasal 92 Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan
organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Secara
umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
- melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa.
- memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo
et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan
hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara
yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat
banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara
mayoritas. Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa
dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa
dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada
persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan
di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional
tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar