BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Akhir-akhir ini, isu lingkungan
hidup merupakan salah satu isu utama dalam perbincangan global. Hal ini
dikarenakan makin tingginya kesadaran bahwa lingkungan hidup kita saat ini
sudah hampir mencapai batas „ambang-toleransi, yang jika tidak segera diatasi
akan menimbulkan rentetan bencana bagi umat manusia. Dalam dunia yang satu ini,
kerusakan di satu bagian dunia akan berimbas pada bagian dunia lainnya secara
keseluruhan. Pencairan gletser di kutub ujung bumi sana, yang diakibatkan
penebangan hutan secara sembrono di Indonesia sini, bukan hanya akan
menimbulkan bencana di sekitar kutub sana saja, namun juga mengakibatkan
naiknya permukaan laut seluruh dunia, yang ujungnya adalah banyaknya banjir
seperti sekarang ini.
Dalam konteks Indonesia, kitapun
sedang mengalami banyak bencana alam, mulai dari tanah longsor hingga banjir di
mana-mana, dan harus disadari bahwa kita turut memiliki andil besar atas
kerusakan alam yang menyebabkan aneka bencana ini. Faktanya penggundulan hutan
kita adalah yang terbesar dan tercepat di dunia (hingga masuk rekor Guinness
Book of Record), pabrikan kita yang tidak mengolah limbahnya sehingga
menjadi ramah lingkungan, bahkan langsung membuangnya ke alam kita, pendirian
bangunan-bangunan yang tak sesuai planologi Rencana Tata Ruang/Wilayah (RTRW),
sehingga berpotensi merusak lingkungan, hingga kebiasaan jelek kita berupa
membuang sampah sembarangan atau menggunakan barang-barang yang tidak ramah
lingkungan seperti styrofoem, freon, premium bertimbal tinggi, dll.
Sebenarnya,
telah ada banyak aturan yang bertujuan agar lingkungan kita tetap baik dan
ramah, baik dalam ranah Hukum Pidana maupun dalam ranah Hukum Administrasi,
namun alih-alih untuk ditegakkan, tak jarang yang terjadi adalah pembiaran
pemandulan aturan hukum. Untuk itu, dengan mengingat sudah sedemikian gawat dan
daruratnya lingkungan hidup kita ini, maka yang diperlukan bukan hanya sebatas
penegakan aturan hukum yang ada (law enforcement), namun yang lebih
penting lagi adalah mencari upaya hukum alternatif-progresif yang akan mampu
menyelesaikan permasalahan yang sedemikian kompleks ini.
B. Rumusan Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini, kami merumuskan masalah yang akan kami paparkan dalam
pembahasan yaitu:
a.
Pengertian Hukum Administrasi
Negara
b.
Ruang Lingkup Hukum Administrasi
Negara
c.
Hukum Lingkungan dalam Bidang Hukum
d.
Lemahnya Penegakan
Hukum Lingkungan
e.
Penegakan Hukum
Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Hukum
administrasi negara adalah hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan
pemerintah dalam arti sempit untuk mengatur administrasi negara,
peraturan-peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga legislatif untuk mengatur
tindakan pemerintahan dalam hubungannya dengan warga negara. Pembentukan
peraturan-peraturan oleh administrasi negara atau pemerintah merupakan sesuatu
yang tak dapat dihindari dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan dalam
suatu negara hukum yang modern, dengan alasan-alasan teoritis dan praktik.
B. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Meskipun secara umum dianut defenisi negatif tentang
pemerintahan, yaitu sebagai suatu aktivitas diluar perundangan dan peradilan,
pada kenyataannya pemerintah juga melakukan tindakan hukum dalam bidang
legislasi, misalnya dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan
berbagai peraturan pelaksanaan lainnya, dan juga bertindak dalam penyelesaian
perselisihan, misalnya dalam penyelesaian hukum melalui upaya administrasi dan
dalam hal penegakan hukum administrasi atau pada penerapan sanksi-sanksi
administrasi, yang semuanya itu menjadi objek kajian hukum administrasi negara.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan pemerintahan yang
mejnadi objek kajian hukum administrasi negara ini demikian luas. Oleh karena
itu, tidak mudah menentukan ruang lingkup hukum administrasi negara. Disamping
itu, kesukaran menentukan ruang lingkup administrasi negara ini disebabkan pula
oleh beberapa faktor. Pertama, HAN berkaitan dengan tindakan pemerintahan yang
tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis dalam peraturan
perundang-undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang memerlukan
pelayanan pemerintah dan masing-masing masyarakat di suatu daerah atau negara
berbeda tuntutan dan kebutuhan. Kedua, pembuatan peraturan prundang-undangan,
keputusan-keputusan, dan instrumen yuridis bidang admnistrasi lainnya tidak
hanya terletak pada satu tangan atau lembaga. Ketiga, hukum administrasi negara
berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan
kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang hukum administrasi negara
tertentu berjalan secara sektoral. Karena faktor-faktor inilah, HAN tidak dapat
dikodifikasikan.
Sehubungan dengan adanya hukum administrasi tertulis, yang tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan hukum administrasi tidak
tertulis, yang lazim disebut asas-asas umum pemerintah yang layak, keberadaan
dan kewenangan pemerintah dan kemasyarakatan yang baik dalam suatu negara
hukum. Dengan demikian keberadaan hukum administrasi negara hukum merupakan conditio
sine quanon.
C. Hukum Lingkungan dalam Bidang Hukum
Hukum
lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang
paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu
saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk
mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri,
karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup
pula hukum lingkungan di dalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan
diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan, di mana
lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan
tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan
mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad
hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih
berorientasi pada lingkungan, sedang hukum lingkungan yang secara
klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan. Dalam hukum
lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak
perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan
kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara
langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun
generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan,
sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu
sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan
orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat
utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan
sifat dan wataknya yang luwes. Sebaliknya
Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan
terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya
lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil
semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum
Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar
Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus
diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara
tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum
Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan adalah
hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam dalam arti seluas-luasnya. Ruang
lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan
lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh
Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan.
Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan
hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang
hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara
atau hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang
dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
D. Lemahnya Penegakan Hukum Lingkungan
Salah satu
penyebab parahnya kondisi lingkungan akibat dari pencemaran dan perusakan
lingkungan saat ini adalah lemahnya penegakan hokum lingkungan baik di tingkat
pusat maupun daerah. Sudah saatnya penegakan hokum lingkungan yang konsisten
merupakan bentuk perlindungan kepada masyarakat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ironisnya,
AMDAL yang diharapkan sebagai perangkat kebijakan yang dipersiapkan untuk
mengurangi dampak lingkungan
suatu kegiatan sejak tahap perencanaan, dan bertujuan mencegah laju pencemaran
dan kerusakan lingkungan belum dapat diharapkan.
Evaluasi ini menunjukkan sebagian dokumen
AMDAL gagal menyajikan substansi esensial yang harus ada didalamnya dan tidak
konsisten dalam mengevaluasi dampak yang dijaki. Sebanyak 68% dokumen AMDAL
tersebut dikategorikan jelek. Hanya sebagian kecil dokumen yang menunjukkan
mutunya bagus, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Hasil evaluasi
tersebut menunjukkan, meskipun secara kelembagaan institusi AMDAL telah
mencapai tahap mapan, tetapi masih memerlukan perbaikan terus-menerus agar
lebih meningkatkan peranan AMDAL dalam menjaga lingkungan hidup. Fenomena yang terjadi
saat ini Pemerintah Daerah berlomba-lomba “menjual” kekayaan alamnya dengan alasan
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
E. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi
Mewujudkan
supremasi hukum melalui upaya penegakan hukum serta konsisten akan memberikan
landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi,
politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk
mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar
supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap
perbaikan pembangunan nasional. Dalam
hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
- Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi.
- Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
- Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.
Upaya penegakan
sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketata dan konsisten sesuai dengan
kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangkan menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan
sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan.
Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana
sanksi pidana sebagai senjata pamungkas. Ini berarti bahwa kegiatan
penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila aparat
yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak
pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata
tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau antara perusahaan yang
melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat
terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme
altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi /
mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi
melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat
digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup.
Pada dasarnya
setiap kegiatan pembangunan akan menimbulkan perubahan yang bersifat positif
ataupun negatif. Untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup,
maka perlu diusahakan peningkatan dampak positif dan mengurangi dampak negatif. Kewenangan
pemerintah untuk mengatur merupakan suatu hal yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang. Dari sisi Hukum Administrasi Negara, kewenangan ini di sebut
dengan kewenagan atribusi,
yaitu kewenangan yang melekat pada badan-badan pemerintah yang diperoleh dari
Udang-Undang. Dengan
demikian, badan-badan pemerintah yang berwenang memiliki legitimasi
(kewenangan bertindak dalam pengertian politik) untuk menjalankan kewenangan
hukumnya. Karena masalah legitimasi adalah persoalan kewenangan yaitu
kewenangan menerapkan sanksi seperti pengawasan dan pemberian sanksi yang
merupakan suatu tugas pemerintah seperti yang diamanatkan oleh undang-undang.
Terdapat beberapa sanksi khas yang
terkadang digunakan pemerintah dalam penegakan hokum lingkungan, diantaranya
Bestuursdwang. Bestuursdwang (paksaan pemerintahan) diuraikan sebagai
tindakan-tindakan yang nyata dari pengusaha guna mengakhiri suatu keadaan yang
dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa
yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.
Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin pembayaran,
subsidi). Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan tidak selalu
perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak
termasuk apabila keputusan tersebut berlaku untuk waktu yang tidak
tertentu dan menurut sifanya
dapat diakhiri atau ditarik kembali (izin,
subsidi berkala).
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Masyarakat
Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada penerapan
teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan
tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap bermanfaat
bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas alam, sosial,
budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang tersubsistem. Hanya tindakan
manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai alam sehingga hampir semua
lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan manusia. Penegakkan hukum
lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian sanksi yang berupa sanksi
administrasi.
Rekomendasi
Kemampuan daya
dukung lingkungan hidup terdapat beban pencemaran mempunyai keterbatasan.
Apabila kondisi ini dibiarkan akan berdampak terhadap kehidupan manusia. Oleh
karena itu penegakan hukum adminitrasi oleh lembaga pemerintah harus dilaksanakan. Terdapat
beberapa hal yang perlu
dicermati pemerintah sebagai bahan refleksi. Pertama,
kita telah memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hodup sebagai Umbrella Act bagi peraturan yang lain yang juga
mengatur mengenai lingkungan, yang seharusnya mengedepankan kepentingan rakyat
sebagai pemilik tanah dan air. Namun masalah utama pengelolaan lingkungan
hidup tidak pernah ada niatan yang sungguh-sungguh untuk peduli masalah lingkungan. Kedua,
perlindungan lingkungan masih minoritas ketimbang semangat mengeksploitasi. Ini
dapat diliohat dari seperangkat lingkungan tentang sumber daya alam, yang
diterbitkan sekedar untuk mengatur eksploitasi ketimbang konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://penjelajahan.blogspot.com/2006,
Management-perjalanan-peralatan.
http://soera.wordpress.com/2009/02/12/ekologi-etika-pembangungan/
http://science.jrank.org/pages/403/Anthropocentrism.html&rurl=translate.google.c
http://teamglenmore.multiply.com, Leave No Trace
Azhar, 2003.
Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia, palembang, Universitas Sriwijaya.
Ayu, KRH I Gusti. 2005. Upaya Penegakan Hukum Lingkungan. Harian Solopos, 5 Juni 2005.
Boehmer-Cristiansen S. 1994. Policy and Environmental Management. Journal of Environmental Planning and Management. 37 (1).
Eggi Sudjana Riyanto, 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hadjon, Philipus. 1998. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta, UGM Press.
Kartawinata. 1990. Bentuk-bentuk Eksploitasi Sumber daya ALam. Laporan Peneloitian BPTP-DAS Surakarta.
Nabil Makarim, 2003. Sambutan Dalam Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta.
Siti Sundari Rangkuti, 2003. Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta.
Sumber Lain;
Kementrian Lingkungan Hidup RI, HImpunan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup. Jakarta, 2002
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ayu, KRH I Gusti. 2005. Upaya Penegakan Hukum Lingkungan. Harian Solopos, 5 Juni 2005.
Boehmer-Cristiansen S. 1994. Policy and Environmental Management. Journal of Environmental Planning and Management. 37 (1).
Eggi Sudjana Riyanto, 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hadjon, Philipus. 1998. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta, UGM Press.
Kartawinata. 1990. Bentuk-bentuk Eksploitasi Sumber daya ALam. Laporan Peneloitian BPTP-DAS Surakarta.
Nabil Makarim, 2003. Sambutan Dalam Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta.
Siti Sundari Rangkuti, 2003. Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta.
Sumber Lain;
Kementrian Lingkungan Hidup RI, HImpunan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup. Jakarta, 2002
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar